Saturday, July 24, 2010

Selamat hari anak !!!

Banyak pihak yang menuding Hari Anak Nasional tahun ini terlalu banyak kado. Kado terburuk yang pernah ada. Mulai dari video berbau asusila artis-artis sampai konferensi pers artis yang diwarnai adegan seperti film remaja yang sedang dimabuk cinta. Tapi pernahkah kita menyadari memang selama ini sebagian besar anak-anak Indonesia tidak pernah menerima kado yang layak di hari istimewa ini?


Kemarin sore (tgl 23 Juli), saya pulang dari kantor dan menunggu bus jalur P157 ke arah Grogol. Saya tidak terlalu berharap bisa mendapatkan tempat duduk, karena pada jam-jam itu bus pasti penuh sesak. Setelah mencegat bus, saya naik dan untunglah mendapatkan kursi. Tapi saya harus rela duduk di tengah, di antara bapak dan ibu yang tubuhnya dua kali lebih besar dari saya.Hehe...
Bus lalu mulai berjalan, penumpang banyak yang naik dan turun. Begitu juga dengan pengamen dan penjaja makanan.
Ketika bis sampai di sebuah perempatan, ada seorang pengamen yang naik ke dalam bus. Dia membawa gitar kecil. Usianya sepertinya sama dengan adik saya yang baru mau masuk kuliah.
Ketika beringsut ke tengah-tengah bus (agar nyanyiannya bisa di dengar seisi bus) dia melewati penumpang yang bergelantungan karena tidak mendapatkan tempat duduk. Ada satu penumpang yang merasa terganggu dan melihat ke arahnya dengan tatapan galak. Penumpang itu lalu sedikit menjauh. Menerima perlakuan seperti itu, adek pengamen ini tetap saja cuek.
Lalu dia mulai sibuk menyanyikan lagu dengan gitarnya. Lagu ciptaannya sendiri karena belum pernah saya dengar sebelumnya di mana-mana. Lagu tentang putus cinta (selalu begitu...).
Di tengah nyanyiannya ternyata adek pengamen ini sempat memberi tahu penumpang yang menatapnya galak tadi, kalau ada kursi kosong di belakang. Eh..yang diberitahu malah melihatnya dengan perasaan curiga dan tetap berdiri. Saya cuma bisa geleng-geleng kepala.

Seorang adek perempuan kecil tiba-tiba muncul. Saya tidak melihatnya karena tingginya saja belum mencapai tinggi kursi bus. Tidak memakai sandal, baju daster merahnya melorot sebelah memperlihatkan kaos dalamnya. Juga tidak lupa ada ingus yang meler dari hidungnya. Adek kecil ini membagi-bagikan amplop lusuh pada penumpang sambil menjadi backing vokal pengamen yang sepertinya abangnya.

Saya memegang amplop yang diberikan adek kecil itu. Saya genggam erat. Ragu-ragu apakah amplop ini harus saya isi dengan uang? Tapi lalu saya teringat dengan gerakan yang melarang kita memberi uang pada pengamen dan pengemis. Saya urungkan niat memasukkan uang ke dalam amplop itu. Toh ini untuk kebaikan mereka juga, batin saya.

Setelah membagi-bagikan amplop, adek itu berdiri membelakangi kursi saya dan menghadap penumpang di kursi sebelah saya. Seorang bapak botak. Bapak ini menatap adek itu lama sekali sambil tersenyum kecil. Tatapan yang sangat berbeda dengan tatapan galak penumpang yang tadi. Tatapan penuh kasih sayang.Lagi-lagi yang ditatap bersikap cuek. Adek kecil ini masih sibuk jadi backing vokal abangnya (kali ini lagu tentang bapak dan ibunya yang sudah tidak ada).
Waktu melihat tatapan bapak itu, saya tersentuh. Mungkin selama hidupnya adek kecil ini hanya pernah mendapatkan sedikit tatapan penuh kasih sayang seperti itu. Tentu lebih banyak mendapatkan tatapan galak -ihhh...ngganggu amat sih- dari orang-orang di sekitarnya. Bisa jadi setiap hari.

Selesai menyanyi, adek kecil ini mengumpulkan amplop lusuh dari para penumpang. Waktu dia mengambil amplop dari tangan saya, saya perhatikan wajahnya. Tenyata di antara hidung dan bibirnya ada luka yang masih merah. Luka yang dibasahi ingus. Mungkin karena dia terjatuh waktu main di bawah kolong jembatan.

Saya serahkan amplop kosong saya. Bapak botak yang baik hati ternyata memasukkan uang ke dalam amplop. Entah berapa jumlahnya. Tapi tatapannya tadi tentu jauh-jauh lebih berharga. Kado Hari Anak yang tidak semua anak Indonesia bisa merasakannya.

salam sehat ^ ^

No comments:

Post a Comment