Thursday, January 12, 2012

Mendengar atau mendengarkan

Mendengar itu berbeda dengan mendengarkan. Ketika hanya mendengar, kita hanya "mendengar" bunyi, tapi tidak paham maksud yang disampaikan dari lawan bicara. Mendengar saja bisa membuat kita salah paham.Tapi saya punya pengalaman lucu tentang mendengar dan mendengarkan ini.

Suatu malam adik saya membeli lauk untuk makan malam. Mama saya yang sedang berada di kamar mandi menanyakan” Kamu beli udang ya?“, Tanya mama saya pada adik saya. ” Apa?? Mama tidak selera makan ?”, jawab adik saya.
Saya yang mendengar percakapan itu dari ruang keluarga hanya tertawa, “Waduh..pada gak nyambung nih”, celetuk saya sambil terbahak. Adik saya hanya bengong terheran-heran. Lalu saya menjelaskan apa yang ditanyakan mama saya sebenarnya. Kami pun tertawa bersama.
Adik saya ternyata hanya mendengar namun tidak mendengarkan, padahal jarak saya lebih jauh dari mama saya daripada adik saya. Tapi kejadian seperti itu juga sering saya alami sendiri. Tidak nyambung sama sekali dalam pembicaraan karena hanya mendengar bukan mendengarkan.
Seperti juga kalau kita mendengar curhatan teman atau orang-orang terdekat. Sering karena hal lain yang dipikirkan kita menjadi tidak mendengarkan seutuhnya. Mengakibatkan kita tidak bisa memberikan solusi yang tepat.
Di bangku sekolah dulu, sewaktu kita mendengarkan penjelasan guru sering juga hanya “mendengar”. Bisa karena bosan, lapar, atau tidak suka dengan pelajarannya.
Kalau dari kejadian seperti itu, dampaknya tidak terlalu besar. Namun jika sudah menyangkut keadaan serius maka akan bisa berakibat fatal.
Misalkan saja saat mendengarkan presentasi proyek di kantor. Ketika kita hanya mendengar maka hanya akan menangkap separuhnya bukan keseluruhan. Bisa jadi karena itu, keputusan yang kita buat tidak sesuai.
Selain itu, jika kita benar-benar mendengarkan maka lawan bicara kita merasa lebih di hargai. Mari mulai belajar mendengarkan bukan hanya mendengar 

Friday, January 6, 2012

Resolusi-New Revolution 2012

Menjelang tahun baru selalu membawa kegelisahan tersendiri bagi saya. Setelah melewati kemeriahan Natal, selalu muncul pikiran..Gosshh..sebentar lagi tahun baru >.<. Apa yang sudah saya perbuat selama tahun ini.

Apa keputusan-keputusan yang saya buat tahun ini sudah tepat, apa saya sudah lebih rajin berdoa, apa saya sudah memenuhi resolusi tahun sebelumnya..dan soon..dan soon..

Kalau ditanya apa resolusi tahun ini, mmm...ternyata sama dengan tahun yang lalu. karena saya belum memenuhi apa yang menjadi resolusi saya di tahun 2011. Sedikit kecewa juga, karena saya tidak bisa memnuhi janji pada diri sendiri.Walaupun resolusi saya hanya sekedar bisa masak dan nyetir mobil.

Kalau mau alasan kenapa tahun ini semua keinginan saya tidak terpenuhi banyak sekali alasannya.

Kenapa tidak bisa masak sampai sekarang ?
karena ada mbak yang bantu bersih-bersih di rumah, sudah sekalian masak. Nanti kalau saya masak juga tidak ada yang makan*karena jelas gak enak ^^, masak buang-buang makanan hanya karena saya masak makanan yang gosong atau terlalu asin atau hambar, tidak ada rasanya.

Kenapa tidak bisa nyetir mobil sampai sekarang?
karena saya maunya belajar nyetir diajari oleh adik-adik saya. Tapi tidak ada yang mau*takut dengan saya yang sering disorientasi posisi kali yaaa...
Trus kalau disuruh les setir mobil, saya maunya cari tempat les yang tidak langsung belajar di jalan yang ramai tapi belajar di lapangan dulu.
Nah tempat les itu sudah ada dekat rumah... tapi mahal, butuh menabung dulu. Dan saya belum selesai menabungnya ternyata sudah tahun 2012..hehe

Ya ampun kebanyakan ngeles ya dari tadi. Dan itu kesimpulan saya pada diri sendiri, ternyata saya kebanyakan ngeles. Jadi pada akhirnya malah saya tidak belajar apa-apa.

Jadi selain resolusi tahun 2012 saya yang sama dengan resolusi tahun 2011, saya harus menambahkan lagi satu resolusi. Jangan banyak alasan, jangan sering menunda.

Resolusi yang satu ini bakalan menjamin kalau saya bisa belajar banyak hal, tidak hanya tahun 2012 ini tapi juga di tahun-tahun yang akan datang...yaa kalau ini terpenuhi...haha

Wednesday, October 26, 2011

Antara saya, materai dan perangko 3.000 perak


Pernah baca cerita saya tentang pelayanan publik di kantor pos yang saya tulis di "Melayani dengan tulus". Jangan sampai tertukar antara perangko dan materai ya kalau membeli di kantor pos. Kenapa? karena bakal keropatan seperti yang saya alami.


Hari itu, saya pergi ke kantor berencana untuk mengurus pembayaran iklan yang saya garap. Tempat yang memasang iklan ternyata membutuhkan materai Rp.3.000 karena merupakan instansi pendidikan dan membutuhkan laporan secara resmi.
Dengan semangat hari itu saya datang ke kantor agak pagi.Meminta materai ke bagian administrasi.
Setau saya materai Rp. 3.000 itu berwarna coklat, tapi yang saya terima lembaran Rp. 3.000 yang berwarna biru dan seperti... perangko.Memang sih sedikit mirip...ada tulisan Rp. 3.000nya.
"Mba ini beneran materai ya?", saya bertanya dengan nada tidak yakin ke mbak bagian administrasi saya.

"Iya. aku suruh mas OB kemarin beli di kantor pos. Minta dibeliin materai 3.000, 20 lembar", jawab mba adminku.

Saya kembali bertanya, "Beneran ini mba materai 3.000. Setau saya materai warnanya coklat dan ada lambang garuda ples tulisan materai", kata saya sambil membolak-balikkan materai itu.

"Mungkin materai baru. Dipakai saja dulu", kata mbak admin lagi berusaha meyakinkan saya.

Dengan berat hati saya bawa materai itu ke lobi depan untuk menempelkan ke kertas invoice. karena tetap tidak yakin itu materai 3000, saya tanyakan ke beberapa teman yang lain yang ada di lobi. "Ini materai apa perangko ?", saya bertanya sambil menunjukkan materai alias perangko itu ke teman-teman.

Dari 2 orang yang saya tanyai, semua menjawab itu perangko.Hehe..tentu saja saya percaya, karena memang dari awal saya yakin itu perangko.

Dengan yakin, perangko itu saya kembalikan ke mbak admin.Untuk memastikan sebenarnya itu benda apa, mbak admin lalu membuka laporan keuanganya...yang disana tertulis beli perangko Rp. 3000, 20 lembar.Hehe, saya tersenyum penuh kemenangan.

"Maaf ya, ternyata aku yang salah.Hehe...mas OB berarti kemarin belinya salah", kata mbak admin sambil tersenyum lebar."Aku juga gak ngecek lagi waktu dia ngasih".

Kami berdua hanya bisa tertawa, dan saya merasa lega tidak jadi menempel materai alias perangko itu di invoice. Bisa-bisa diketawain klien habis-habisan.Hehe...

Karena saya memang butuh materai itu dan kantor pos tempat membelinya dulu dekat dengan rumah saya, saya menawarkan diri untuk menukarkan di kantor pos.

Mbak admin akhirnya memberikan saya nota pembelian perangko itu *yang memang disana tertulis perangko tapi sebenarnya mau ditulis materai, dan tulisan materainya di coret*.
Kami menduga-duga, jangan-jangan kantor pos yang salah memberikan perangko.

Maka mbak admin memberikan memo tulisan tangannya. Begini bunyinya :"Mintanya materai, kok dikasih perangko".Saya tersenyum geli membaca memonya. Lalu mbak admin menandatanganinya dan diberi cap perusahaan.

Saya langsung menuju ke kantor pos dekat rumah walaupun panas di luar.
Sebenarnya malu sih, karena karyawan-karyawan di kantor pos itu mungkin masih mengingat saya dan kelakuan aneh saya, baca "Melayani dengan Tulus".

Tapi dengan modal memo tadi *dan keyakinan kalau kantor pos yang salah* saya mantap menuju meja petugas kantor pos.

"Pak, beberapa hari yang lalu teman saya membeli materai di kantor pos ini. Tapi ternyata dikasih perangko". "Ini ada memo dari bagian admin saya, dan ini nota pembeliannya", saya menerangkan masalahnya dengan cukup yakin.

Petugas kantor pos membaca memo yang saya berikan. Melihat wajahnya menjadi masam, nyali saya pun menjadi ciut.

"Wah mbak, ini bukan salah kantor pos. Yang beli pasti memang minta perangko". Nyali saya semakin ciut saat pak petugas ini menanyakan ke temannya yang lain...dan semuanya bilang yang beli memang minta perangko bukan materai.

Keyakinan saya runtuh seketika.Haha.

Saya mulai memasang jurus memelas. " Mmmm...tapi pak apa bisa ditukar, karena memang kami butuhnya materai".

Dengan berat hati, bapak itu mengambil buku benda pos *buku hitam gede yang ada perangko dan materai di antaranya itu lho"

"Materai 3000 gak ad mba. Adanya 6.ooo".

"Kalau besok pas ada materai 3000, baru saya tukar gimana pak?", saya masih berusaha mendapatkan materai 3.000.

Jelas saja bapaknya sewot, "Gak bisa mbak. ini saja sebenarnya perangko diganti materai gak boleh".

Benar-benar setelah itu saya tidak ada keberanian untuk merayu atau sekedar ngeles. Hehe..

"Ya udah pak. kalau begitu ganti saja dengan materai 6000, 10 lembar", saya pasrah. Gak jadi deh dapat materai 3.000.

Setelah diberikan materainya, saya mengucapkan terimakasih. Tapi bapak yang lagi sewot berat itu tidak membalas. Ya sudahlah, paling tidak perangko 3000 tidak mubazir.

Saya kemudian kembali ke kantor menerjang panas jalanan lagi.
Sampai di kantor saya ceritakan pada mbak admin kalau saya berhasil menukar perangko jadi materai 6000 rupiah.Saya ceritakan dengan bangga.

Tapi tiba-tiba mbak admin mengajukan pertanyaan yang membuyarkan semuanya, "Notanya mana? nanti mau aku masukin laporan keuangan."

Tepok jidat deh...nota nya saya tinggalkan di kantor pos, di meja pak petugas pos yang sepertinya masih sewot.Huhu.

Lengkap sudah saya pusing hari itu karena materai dan perangko.


Ini cerita antara saya, materai, dan perangko 3.000 perak.

*akhirnya saya memberanikan diri ke kantor pos lagi. menjelaskan ke pak petugas pos itu lagi, betapa pentingnya nota itu untuk laporan keuangan kami dan ternyata...sudah dibuang...dan lagi bapak itu tidak mau membuat nota baru...