Wednesday, October 26, 2011

Antara saya, materai dan perangko 3.000 perak


Pernah baca cerita saya tentang pelayanan publik di kantor pos yang saya tulis di "Melayani dengan tulus". Jangan sampai tertukar antara perangko dan materai ya kalau membeli di kantor pos. Kenapa? karena bakal keropatan seperti yang saya alami.


Hari itu, saya pergi ke kantor berencana untuk mengurus pembayaran iklan yang saya garap. Tempat yang memasang iklan ternyata membutuhkan materai Rp.3.000 karena merupakan instansi pendidikan dan membutuhkan laporan secara resmi.
Dengan semangat hari itu saya datang ke kantor agak pagi.Meminta materai ke bagian administrasi.
Setau saya materai Rp. 3.000 itu berwarna coklat, tapi yang saya terima lembaran Rp. 3.000 yang berwarna biru dan seperti... perangko.Memang sih sedikit mirip...ada tulisan Rp. 3.000nya.
"Mba ini beneran materai ya?", saya bertanya dengan nada tidak yakin ke mbak bagian administrasi saya.

"Iya. aku suruh mas OB kemarin beli di kantor pos. Minta dibeliin materai 3.000, 20 lembar", jawab mba adminku.

Saya kembali bertanya, "Beneran ini mba materai 3.000. Setau saya materai warnanya coklat dan ada lambang garuda ples tulisan materai", kata saya sambil membolak-balikkan materai itu.

"Mungkin materai baru. Dipakai saja dulu", kata mbak admin lagi berusaha meyakinkan saya.

Dengan berat hati saya bawa materai itu ke lobi depan untuk menempelkan ke kertas invoice. karena tetap tidak yakin itu materai 3000, saya tanyakan ke beberapa teman yang lain yang ada di lobi. "Ini materai apa perangko ?", saya bertanya sambil menunjukkan materai alias perangko itu ke teman-teman.

Dari 2 orang yang saya tanyai, semua menjawab itu perangko.Hehe..tentu saja saya percaya, karena memang dari awal saya yakin itu perangko.

Dengan yakin, perangko itu saya kembalikan ke mbak admin.Untuk memastikan sebenarnya itu benda apa, mbak admin lalu membuka laporan keuanganya...yang disana tertulis beli perangko Rp. 3000, 20 lembar.Hehe, saya tersenyum penuh kemenangan.

"Maaf ya, ternyata aku yang salah.Hehe...mas OB berarti kemarin belinya salah", kata mbak admin sambil tersenyum lebar."Aku juga gak ngecek lagi waktu dia ngasih".

Kami berdua hanya bisa tertawa, dan saya merasa lega tidak jadi menempel materai alias perangko itu di invoice. Bisa-bisa diketawain klien habis-habisan.Hehe...

Karena saya memang butuh materai itu dan kantor pos tempat membelinya dulu dekat dengan rumah saya, saya menawarkan diri untuk menukarkan di kantor pos.

Mbak admin akhirnya memberikan saya nota pembelian perangko itu *yang memang disana tertulis perangko tapi sebenarnya mau ditulis materai, dan tulisan materainya di coret*.
Kami menduga-duga, jangan-jangan kantor pos yang salah memberikan perangko.

Maka mbak admin memberikan memo tulisan tangannya. Begini bunyinya :"Mintanya materai, kok dikasih perangko".Saya tersenyum geli membaca memonya. Lalu mbak admin menandatanganinya dan diberi cap perusahaan.

Saya langsung menuju ke kantor pos dekat rumah walaupun panas di luar.
Sebenarnya malu sih, karena karyawan-karyawan di kantor pos itu mungkin masih mengingat saya dan kelakuan aneh saya, baca "Melayani dengan Tulus".

Tapi dengan modal memo tadi *dan keyakinan kalau kantor pos yang salah* saya mantap menuju meja petugas kantor pos.

"Pak, beberapa hari yang lalu teman saya membeli materai di kantor pos ini. Tapi ternyata dikasih perangko". "Ini ada memo dari bagian admin saya, dan ini nota pembeliannya", saya menerangkan masalahnya dengan cukup yakin.

Petugas kantor pos membaca memo yang saya berikan. Melihat wajahnya menjadi masam, nyali saya pun menjadi ciut.

"Wah mbak, ini bukan salah kantor pos. Yang beli pasti memang minta perangko". Nyali saya semakin ciut saat pak petugas ini menanyakan ke temannya yang lain...dan semuanya bilang yang beli memang minta perangko bukan materai.

Keyakinan saya runtuh seketika.Haha.

Saya mulai memasang jurus memelas. " Mmmm...tapi pak apa bisa ditukar, karena memang kami butuhnya materai".

Dengan berat hati, bapak itu mengambil buku benda pos *buku hitam gede yang ada perangko dan materai di antaranya itu lho"

"Materai 3000 gak ad mba. Adanya 6.ooo".

"Kalau besok pas ada materai 3000, baru saya tukar gimana pak?", saya masih berusaha mendapatkan materai 3.000.

Jelas saja bapaknya sewot, "Gak bisa mbak. ini saja sebenarnya perangko diganti materai gak boleh".

Benar-benar setelah itu saya tidak ada keberanian untuk merayu atau sekedar ngeles. Hehe..

"Ya udah pak. kalau begitu ganti saja dengan materai 6000, 10 lembar", saya pasrah. Gak jadi deh dapat materai 3.000.

Setelah diberikan materainya, saya mengucapkan terimakasih. Tapi bapak yang lagi sewot berat itu tidak membalas. Ya sudahlah, paling tidak perangko 3000 tidak mubazir.

Saya kemudian kembali ke kantor menerjang panas jalanan lagi.
Sampai di kantor saya ceritakan pada mbak admin kalau saya berhasil menukar perangko jadi materai 6000 rupiah.Saya ceritakan dengan bangga.

Tapi tiba-tiba mbak admin mengajukan pertanyaan yang membuyarkan semuanya, "Notanya mana? nanti mau aku masukin laporan keuangan."

Tepok jidat deh...nota nya saya tinggalkan di kantor pos, di meja pak petugas pos yang sepertinya masih sewot.Huhu.

Lengkap sudah saya pusing hari itu karena materai dan perangko.


Ini cerita antara saya, materai, dan perangko 3.000 perak.

*akhirnya saya memberanikan diri ke kantor pos lagi. menjelaskan ke pak petugas pos itu lagi, betapa pentingnya nota itu untuk laporan keuangan kami dan ternyata...sudah dibuang...dan lagi bapak itu tidak mau membuat nota baru...

No comments:

Post a Comment