Thursday, June 17, 2010

Jangan menyerah


Siapa suruh datang Jakarta?

Lagu yang sudah lama tidak saya dengar..><
Tapi sangat sesuai dengan keadaan saya sekarang.
Kalau ditanya kenapa ke Jakarta, jawabannya hanya satu untuk bekerja
dan untuk beberapa tahun ke depan alasannya hanya itu.

Semakin lama tinggal di Jakarta, satu yang pasti saya tidak akan menjadikan kota ini sebagai kota tujuan akhir (menghabiskan masa tua)..hehe..
dengan banyak alasan.
Mulai dari kurangnya kebersihan, polusi, panas, keamanan, masih banyak lagi.
Tapi tinggal di Jakarta selama setengah tahun ini membuat saya melihat banyaknya orang yang berjuang untuk kehidupannya.

Banyak orang yang datang ke Jakarta ini, rela melakukan apa saja asal bertahan hidup.
Penjual gorengan, bakso, siomay, empek-empek, pisang coklat^ ^..buka warteg, PRT, joki 3in1, pengamen, sampai yang tidak mengeluarkan tenaga dan modal sedikit pun...pengemis. Apa saja dilakukan buat menghasilkan rupiah.

Lingkungan terdekat tempat saya tinggal saat ini sebagai contohnya. Penjaga kos yang saya huni, dia tinggal bersama suami dan dua orang anaknya, satu menantu dan satu orang cucu.
Mereka tinggal di salah satu deretan rumah triplek tidak jauh dari kos-kosan saya. Deretan rumah-rumah triplek itu dibangun merapat ke pagar tembok bangunan di sebelahnya, sedikit memakan jalan. Dibangun darurat seadanya yang penting bisa untuk tidur.
Luas rumah penjaga kos saya itu hanya 2x3 meter. Tidak berbeda dengan tetangga kanan kirinya yang sebagian besar adalah pemulung. Namun keadaannya lebih baik, karena di dalamnya ada tv dan kulkas.Juga sudah diterangi dengan lampu. Rumah itu juga lebih bersih karena dicat putih.

Menurut sesepuh penghuni kos, deretan rumah triplek itu baru ada dua tahun belakangan ini, dan belum pernah ada penggusuran. Tidak terbayang bagaimana nasib mereka kalau ada trantib. Padahal kalau mereka pulang ke daerah asal keadaan mereka bisa lebih baik dari ini.

Suasana menjelang sore di sekitar rumah-rumah triplek itu terlihat santai.Anak-anak kecil dan orang tua biasanya menggelar koran di seberang rumah triplek mereka,yang sebenarnya bagian depan rumah orang lain. Lalu mereka duduk-duduk di situ dan kadang-kadang sambil berbaring santai.Tidak peduli dengan lalu lalang kendaraan, dan orang. Juga tidak peduli dengan bau sampah yang menggunung di dekat situ.Di sore hari biasanya juga waktunya anak-anak untuk mandi. Mereka mandi dengan air seadanya dari ember yang sudah lumutan, yang biasanya juga dipakai ibu mereka untuk mencuci baju, piring, atau mencuci sayur sebelum dimasak di dapur darurat mereka (di luar rumah).Tidak menyangka pemandangan seperti ini hanya berjarak beberapa kilometer dari istana negara.

Kalau kebetulan berjalan di dekat situ sepulang kerja bisa memberikan semangat tersendiri. Setelah seharian bekerja dan mungkin ada masalah dalam pekerjaan semangat jadi menurun. Tapi ketika melihat mereka masih bisa mengobrol sambil tertawa rasanya masalah yang saya hadapi belum seberapa dibandingkan mereka.
Ada perasaan bersalah ketika saya mengeluhkan keadaan saya. Kalau dengan keadaan saya yang sudah dianggap berkecukupan ini saya masih mengeluh, lalu bagaimana seharusnya mereka bersikap?


Jakarta memang bukan tempat tenang untuk tidur lelap malam hari, tapi tempat yang akan selalu mengingatkan saya untuk jangan pernah menyerah.

salam sehat ^ ^

No comments:

Post a Comment