Wednesday, June 23, 2010

Tempat Bermain yang Kurang


Waktu kita kecil sepulang sekolah kita sering sekali bermain lompat tali, bermain engklek, bermain bola, bermain benthik.
Bagi saya yang besar di kota kecil, saya masih bisa bermain di lapangan depan rumah dengan leluasa.


Tidak ada yang berubah dari kebiasaan bermain di masa kecil itu. Adek-adek kita saat ini juga masih memainkan permainan yang sama seperti kita dulu. Yang membedakan hanya saat ini sudah sulit ditemukan lapangan yang luas untuk bermain.
Apalagi di Jakarta yang penuh ini.
Gang-gang perumahan sangat sempit dan lahan yang dulunya lapangan tempat bermain sekarang sudah dibangun mall, pusat perbelanjaan, apartemen atau kompleks perkantoran.
Kalaupun ada yang tersisa, ya hanya di depan rumah di gang sempit itu.Itu pun tidak leluasa karena ada orang berlalu lalang, tukang siomay berlalu lalang, motor dan sepeda berlalu lalang, sampai kucing juga berlalu lalang (disini banyak
sekali kucing ^ ^).
Seperti di gang dekat dengan kostan saya.
Di tempat bermain yang tersisa itu, mereka sering bermain engklek. Engklek sering juga disebut dengan Tiplek atau Ciplek gunung. Permainan ini dimainkan dengan cara menggambar gunungan di tanah atau dengan kapur di jalan beraspal. Pernah suatu kali, sewaktu saya akan membeli makan di salah satu gang, saya melihat jalanan di gang itu sudah penuh dengan gambar kapur gunungan. Gambar gunungan itu akan hilang jika nanti ada seseorang yang menyiram tanaman dan jalan, tapi esok harinya pasti ada lagi.
Selain permainan engklek, adek-adek kita itu juga sering bermain karet gelang. Siapa yang bisa meloncati tali dari untaian karet gelang dengan ketinggan yang paling tinggilah yang menang.
Adek-adek yang balita tidak mau ketinggalan. Mereka naik ke odong-odong sambil diawasi oleh ibunya. Kalau di sore hari, mereka naik odong-odong sambil disuapi makanan.
Kesempatan yang bagus bagi penjual jajanan untuk mengiming-imingi adek-adek itu dengan pisang coklat, siomay, bakso, martabak telor, dll.
Kalau semua orang berkumpul jadi satu di jalan-jalan gang itu serasa ada pasar malam dadakan ^ ^. Apalagi kalau malam minggu. Pernah timbul rasa penasaran dalam hati, kira-kira berapa ya jumlah anak di tiap rumah, karena jumlahnya banyak sekali.

Tempat bermain yang sempit dan seadanya membuat adek-adek kita itu lebih "kreatif" mencari permainan.
Di dekat salah satu pusat perbelanjaan, ada sedikit tempat lumayan luas dan dikelilingi area perkantoran. Anak-anak kecil bermain bola di tempat itu dengan memanfaatkan troli dorong pusat perbelanjaan sebagai gawang. Kalau bosan bermain bola, mereka duduk-duduk di jembatan yang ada kali dengan air kotornya di bagian bawah. Kadang-kadang sambil melemparkan kerikil atau batu ke kali itu.

Ada perasaan senang melihatnya. Paling tidak dalam keadaan terbatas mereka masih bisa menikmati masa kecilnya.
Tapi juga ada perasaan miris, karena sebenarnya mereka dapat memperoleh lebih dari itu. Tempat bermain yang layak dan fasilitas yang lengkap.
Sayangnya yang mampu membangun tempat-tempat seperti itu lebih memilih untuk membangun mall yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir anak-anak kelas menengah ke atas.

Kapan ya di beberapa sudut kota ada taman bermain anak yang hijau, lengkap, dan....tidak berbau kapitalisme?

salam sehat ^ ^

No comments:

Post a Comment