Sunday, May 1, 2011

Idealisme di Meja Makan

Saya bingung ingin menulis apa, tapi ingin tetap eksis^ ^.Mendengar Audrey & Gamaliel Tapiheru menyanyi medley lagu nasional di stasiun tv swasta*bulu kuduk saya berdiri* saya teringat kalau pernah menulis di blog lama dan saya posting ulang disini. Idealisme di Meja makan...

“Edan”, kata itu terlontar dari mulut adik saya. Di tangannya ada koran Jawa Pos hari itu. Headline pagi itu apalagi kalau bukan salah satu ulah memalukan dari para anggota DPR. Minta Laptop. Saya hanya menghembuskan napas pelan-pelan. Adik saya yang satu lagi, sudah mulai ikut berkomentar.”Wis jan, mereka tu kaya anak kecil” . Celetukan-celetukan itu bisa menjadi obrolan yang panjang di pagi hari dan tidak akan berhenti kalau ibu saya tidak mengomel menyuruh kami cepat-cepat berangkat sekolah dan kuliah. Obrolan itu terjadi di pagi hari saat kami bisa bangun pagi dan masih sempat sarapan bersama-sama. Sudah banyak yang kami obrolkan tentang bangsa ini di meja makan. Apa saja. Dari lumpur Lapindo yang meluap-luap sampai anggota DPR yang minta laptop.


Obrolan itu berlanjut sore harinya ketika waktu untuk membaca koran lebih leluasa. Kami mengutarakan pendapat kami masing-masing, idealisme kami masing-masing dari sudut pandang anak kelas 3 SMP, anak kelas 3 SMA dan mahasiswi semester 6. Kami tidak tahu apa-apa tentang politik negara atau apapun, tapi kami tahu permintaan laptop anggota DPR itu terlalu mengada-ada. Terlalu tidak manusiawi.



Maaf, kami terkadang meledak-ledak dalam berkomentar. Tidak habis pikir apa yang mereka pikirkan ketika mengajukan permintaan itu. Dua belas miliar hanya dihabiskan untuk suatu barang yang bernama laptop yang mungkin sebagian besar anggota DPR belum bisa menggunakannnya. Dua belas miliar hanya dihabiskan untuk barang yang dapat mereka beli sendiri tanpa perlu merogoh kantong mereka dalam-dalam. Selain itu patut dicurigai proyek pengadaan laptop ini menjadi salah satu celah untuk memperkaya diri (baca: korupsi).



Sekali lagi seperti yang sudah diutarakan oleh banyak orang. Apa yang akan mereka berikan kepada rakyat setelah mendapat laptop-laptop itu? Apakah akan menjamin mereka lebih rajin datang rapat membahas masalah-masalah negeri ini? Saya sangat sangsi.



Untung saja diantara mereka masih ada beberapa anggota DPR yang berakal sehat. Menolak pengajuan pengadaan laptop itu. Lebih baik untuk dana pendidikan dan kesehatan. Idealisme mereka masih ada rupanya. Semoga idealisme itu murni, tidak dikotori kepentingan politik.



Saya tidak akan sepenuhnya membahas masalah pengadaan laptop anggota DPR, karena masyarakat sudah tahu masalah laptop ini hanya salah satu bentuk kekurangseriusan pemerintah dalam mengurusi bangsa ini.



Lebih banyak orang-orang yang peduli pada negeri ini tanpa harus menjadi dewan rakyat. Hal yang paling membuat kami geleng-geleng kepala, misalnya ada salah satu acara di televisi, suatu reality show tentang pembangunan kembali sekolah-sekolah rusak.



Acara itu menimbulkan berbagai perasaan di hati kami. Di satu sisi merasa lega karena ternyata masih ada yang peduli terhadap dunia pendidikan. Namun di sisi yang lain membuat kami mengelus dada melihat kenyataan wajah pendidikan di negeri ini. Kemana para wakil rakyat yang harusnya mengurusi masalah itu? Tidakkah mereka merasa malu karena gagal membangun negeri ini? Pasti mereka lebih sibuk membahas dan memperdebatkan apakah mereka bisa mendapatkan mesin cuci, lemari es atau laptop gratis.



Ada satu lagi keheranan saya. Ketika negeri ini dilanda bencana bertubi-tubi, gempa, tanah longsor, banjir, kecelakaan transportasi, di satu titik pemerintah mengatakan biaya penanggulangan bencana sudah menipis. Saya tidak tahu tentang tetek bengek pengaturan kas-kas negara. Tapi mengapa dana pengadaan laptop dapat diusahakan namun dana untuk bencana yang lebih mendesak tidak dapat diusahakan? Bagaimana jika ketika dalam keadaan mendesak kita abaikan saja segala sesuatu yang bersifat formal itu untuk mendanai berbagai bencana tersebut. Dengan berbagai pertimbangan yang matang namun cepat tentunya. Begitu pikiran bodon saya.



Dari sudut pandang anak kelas 3 SMP, kelas 3 SMA, dan mahasiswi semester 6 kami merasa dewan-dewan itu tidak memberikan sumbangan apa-apa. Just formal for something called Country. Kami tak habis pikir, apakah para anggota DPR yang meminta laptop itu sudah tidak memiliki idealisme? Suatu ketika adik saya mengajukan pertanyaan entah ketika ada kasus ulah memalukan anggota DPR yang mana (sulit mengingat, saking banyaknya) ,dimana idealisme mereka? Saya hanya mengatakan saya percaya diantara mereka pasti banyak yang merupakan aktivis semasa mereka kuliah dulu. Penggerak teman-temannya. Berusaha menjadikan bangsa ini lebih baik. Tapi saya juga percaya godaan di gedung wakil rakyat itu terlalu berat sehingga mereka mengorbankan segalanya termasuk idealisme mereka. Tentunya juga masih banyak faktor lain yang menyebabkan mereka seperti sekarang ini. Maaf saya tidak tahu, karena belum pernah menginjakkan kaki di gedung itu.



Dulu saya tidak habis pikir, jika terjadi berbagai bencana di negeri ini baik dewan rakyat maupun pemerintah bekerja dengan sangat lambat. Saya mulai menyalah-nyalahkan mereka. Namun saya kemudian tersadar kita tidak boleh menyalahkan mereka sepenuhnya. Dewan rakyat dan pemerintah juga manusia yang memiliki keterbatasan. Tentunya mereka membutuhkan waktu dalam menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut banyak orang.



Beri mereka sedikit kesempatan, saya yakin masih ada beberapa orang yang memiliki idealisme tinggi yang dapat memperbaiki keadaan dewan rakyat agar kepercayaan rakyat kembali lagi. Sore ini di berita televisi saya mendengar permintaan laptop anggota DPR tidak dipenuhi. Alasannya karena sudah banyak kecaman keras dari masyarakat. Ternyata mereka masih memikirkan rakyat. Untuk apa membahas hal-hal sepele seperti ini berminggu-minggu, namun masalah-masalah rakyat diabaikan.



Kemarin pagi adik saya di puncak emosinya berkata ”Besok pokoknya aku mau jadi aktivis”, Saya hanya tersenyum dan menjawab ” Ya, jadilah seorang aktivis yang tidak hanya berteriak-teriak tetapi juga mencari solusi dan bertindak”.



Tidak tahu apakah nanti di antara adik-adik saya itu ada yang menjadi seorang aktivis atau setelah kami dewasa kami melupakan semua idealisme kami dari meja makan. Itu tidak penting. Kami semua tetap hanya anak-anak biasa yang sibuk dengan pelajaran, bermain dengan teman-teman, dan pacaran. He…Tapi yang penting kami pernah memiliki idealisme itu dan berusaha menjaganya baik-baik sampai kami besar nanti, sehingga kami, tidak hanya saya dan adik-adik saya tapi juga teman-teman kami dapat menyumbangkan segala idealisme itu untuk kemajuan bangsa ini. Doakan.

2 comments:

  1. duuuuuh...
    inilah makanya aku gak pernah mau nulis soal politik di blog aku nih Deew...
    Kalo udah ngomongin beginian...eyke bawaan nya jadi pengen ikutan ngomel aja deeeeeh...hihihi...

    setuju ama isi postingan mu Deew:)
    semoga mereka pada baca postingan inih dan dibukakan mata hatinya yaaa...

    ReplyDelete
  2. heheh..ini postingan sudah lama..tapi kalau dibaca ulang rasa emosinya masih sama :)
    apalagi skg dpr nya tambah parah mbak...studi banding ke luar negeri tapi tidak menghasilkan apa2..hanya buang2 duit. ya kan?

    ReplyDelete